Kriteria anak sholeh / sholehah

| 28 Sept 2010 | |

Anak sholeh/sholehah adalah dambaan tiap orang tua. Walaupun banyak persepsi tentang anak sholeh/sholehah namun pada umumnya kriteria anak sholeh/sholehah ada 3 hal yakni mempunyai paham agama yang kuat, punya akhlaq mulia dan mandiri.

Paham agama
Awal dari kriteria sholeh/sholehah adalah apabila seorang anak mempunyai pemahaman yang kuat atas agama. Karena dengan pemahaman yang kuat maka akan tahu batasan-batasan baik buruk, halal haram, benar salah dll sehingga dalam penerapan kehidupan tidak hanya sekedar 'anut grubyuk' tapi benar-benar berprinsip dan berkepribadian baik yang didasari kebenaran hakiki.

Tingkat pemahaman akan agama ini memang merupakan tantangan sendiri sebab saat ini tidak mudah bagi orang tua untuk mengarahkan anak ke arah tersebut. Banyak faktor yang menghalangi antara lain : pemahaman agama dari orang tua sendiri kurang, lingkungan yang sangat kompleks, kecenderungan pandangan bahwa agama adalah sesuatu aturan yang dogmatis dan kolot sehingga membosankan, dll

Pemahaman agama memang bisa ditumbuhkan dengan cara mencarikan guru yang mampu memberikan pembelajaran agama. Namun peran orang tua tetap menjadi guru yang sangat diharapkan oleh anak untuk lebih mengembangkan kemampuan pemahaman agamanya. Tanpa dorongan dari orang tua maka anak cenderung akan menganggap bahwa belajar agama hanya sekedar mengisi waktu luang atau berkumpul dengan teman, sedangkan 'pelajaran agama' yang diharapkan dipahami oleh anak hanya dianggap pengetahuan selayaknya matematika, IPA, IPS dan lainnya. Saat ujian dan mendapatkan nilai bagus maka dianggap sudah paham. Padahal pemahaman akan agama dimaksudkan untuk benar-benar mendarah daging dan merasuk ke dalam hati, bukan sekedar tahu dan mendapat nilai yang baik. Disinilah letak peran pentingnya orang tua untuk mengarahkan anak dalam sebenar-benarnya pemahaman yang dimaksudkan.

Berakhlaq mulia
Pemahaman akan agama akan berimbas pada penerapan/amalam keseharian yang lebih mudah disebut akhlaq. Anak yang berakhlaq mulia akan mampu menerapkan pola hidup sosial yang baik. Menyayangi sesama, suka menolong, menghormat kepada yang lebih tua, mengasihi yang lebih muda, memberikan tauladan yang baik dalam sikap, ucap dan laku, dll.

Untuk membentuk akhlaq mulia ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kadang orang tua lepas tangan -kalau tidak boleh disebut apatis- terhadap pembentukan akhlaq anak. Sebagian besar berharap akhlaq anak akan terbentuk dengan sendirinya. Namun perlu diketahui bahwa selain kadang memang sudah 'gawan bayi' akhlaq bisa di tempa dengan pendidikan, pelatihan dan praktek dilingkungan keseharian terutama keluarga. Orang tua merupakan figur sentral yang bisa mencetak baik dan buruknya akhlaq anaknya karena kuantitas interaksi anak dg orang tua diharapkan dibarengi dengan kualitas interaksi yang baik.

Saat seorang anak akan melakukan hal-hal yang baru -baik buruk maupun jelek- pasti akan meminta ijin kepada orang tuanya dengan cara melihat kepada orang tuanya. Saat orang tua tidak memberikan reaksi apapun maka dianggap sebagai persetujuan untuk melakukan hal tersebut. Demikian seterusnya sampai pada suatu saat ketika orang tua menyadari bahwa anaknya telah melakukan hal-hal yang kurang baik atau membahayakan sudah sangat terlambat untuk memberikan reaksi.

Mandiri
Selanjutnya anak yang sholeh/sholehah akan memiliki sifat dan sikap yang mandiri, yang mampu ditunjukkan dalam kesehari-harian sehingga tidak menjadi tergantung terhadap orang lain. Dimulai dari hal-hal yang kecil yakni mandiri dalam melakukan kegiatan harian seperti mandi, memakai baju, sepatu, membersihkan tempat tidur dll. Hal tersebut akan membentuk perilaku selanjutnya saat anak mulai beranjak remaja atau dewasa.

Diharapkan pola hidup mandiri akan membentuk anak menjadi orang yang berjiwa mandiri dan menumbuhkan pola pikir seorang enterpreneurship yang tidak hanya menggantungkan diri dari orang tua.

Semoga anak kita menjadi anak yang sholeh/sholehah

0 comments:

Post a Comment